Jumat, 28 Desember 2012

Satu dongeng..


Pada suatu hari, di sebuah sudut taman duniawi, ada serumpun bunga Matahari, bunga Mawar, bunga Melati, bunga Bangkai, dan bunga Dandelion.

Bunga-bunga itu terbangun dari tidurnya yang lelap. Mereka terlonjak oleh kejutan si embun nakal tapi menyejukkan. Bulir-bulir gutasi seperti kristal yang terpatri di helaian jubah daun membuat mereka semakin anggun diterpa sang surya yang perlahan mulai menjagad.

Mereka semua tersenyum menyambut pagi, tersenyum dengan cara mereka masing-masing.

Bunga Matahari tersenyum dengan sangat lebar. Aku tak mengerti mengapa ia selalu tersenyum selebar itu, sampai-sampai aku khawatir bibirnya akan mencuat keluar dari wajahnya. Kenapa ia seceria itu? Apa karena Ia kuning? Atau karena Ia besar dan tinggi? Apa karena Ia bangga disebut-sebut sebagai  matahari, si raja galaksi? Namun, Ia digemari oleh manusia karena bisa menghasilkan biji-biji yang enak dan gurih. Makhluk-makhluk pengerat pun sangat suka bersahabat dengannya. Mereka sering memanjati batangnya, bergelantungan di daunnya, dan bercanda dengan biji-biji gurihnya sampai kekenyangan. Keramahan dan kedermawanan bunga Matahari membuat koloninya tidak pernah sepi. Disana, selalu ramai dengan kicauan burung, cekikikan hamster, tarian semut, dan segala jenis keceriaan lainnya yang membuat mereka terlihat semakin kuning. Oh, pantas saja…mungkin Ia tersenyum seperti itu karena Ia berguna.

 Bunga mawar…ya, bunga ini tersenyum. Tapi senyumnya asimetris. Maksudku…sudut bibirnya hanya diangkat sebelah, namun sudut lainnya tidak. Singkat kata, tersenyum  angkuh. Aku juga tidak mengerti mengapa Ia sesombong itu, dia pikir dia siapa? Oke, dia sangat cantik, secara bunga Ia sangat proporsional, mahkotanya begitu menggoda, warna merahnya sangat elegan - dan tidak kuning. Maksudku, tidak sekuning bunga matahari kalaupun warnanya kuning. Pokoknya warnanya elegan. Lantas apa? Apa yang membuatnya Ia begitu angkuh? Apa karena Ia selalu disemayamkan di jambangan mahal orang-orang kaya? Apa karena Ia selalu berkelimpahan kasih sayang oleh tuan yang menanamnya? Apa karena Ia suka dipakai para putri kerajaan untuk mandi bunga? Atau karena Ia suka ikut andil di dalam cerita negeri dongeng? Menurutku bukan. Tidak sepantasnya hanya dengan bermodalkan kecantikan dan kemewahan lantas kau bisa sombong. Pasti ada alasan lain… tunggu dulu! Aku yakin, pasti Ia mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh bunga-bunga lain.
Ya, duri!! Ia sombong karena Ia bisa melindungi dirinya sendiri. Ia kuat, berdaulat dan terhormat. Duri itu ibarat pagar imajiner yang menciptakan ruang teritorialitas yang tidak dapat dimasuki oleh siapa pun. Tidak semua orang dapat memilikinya. Itu lah bedanya Ia dengan bunga-bunga cantik lainnya…setidaknya Ia tidak terkesan murahan.

Lalu…bunga melati, Ia tersenyum samar. Senyumnya nyaris tidak terlihat. Tapi Ia wangi. Tak apalah bila Ia tidak ingin tersenyum, toh Ia sudah wangi. Walaupun Ia tidak besar, tidak mencolok, dan tidak berwarna, tapi ia selalu tahu bagaimana caranya untuk mengundang para kumbang bahkan manusia sekalipun. Ia seperti malaikat yang begitu polos, begitu manis, tak berdosa, bahkan kau akan sering menemukannya terangkai indah sebagai mahkota ibu suri, atau tersemat di rambut para puteri, atau melilit-lilit di gaun pengantin. Kelakuan bunga Melati yang nrimo dan pasrah ini kadang membuat dirinya tertekan, tapi ia harus mempertahankan adat yang turun temurun telah diwarisi oleh nenek moyang kerajaan Melati. Para bunga Melati didoktrin untuk bersikap layaknya bunga sejati. Nenek moyang bunga Melati tidak mengajarkan untuk beraspirasi, itulah sebabnya para bunga ini begitu pendiam.
Aku akan memberi tahu suatu rahasia kepadamu, sebenarnya di balik tuntutan adat kramat itu, diam-diam bunga ini senantiasa bernyanyi lirih. Tapi sayang, kebanyakan lebah-lebah bajingan itu lebih suka mendengung daripada didengungkan. Tapi betapa pun muaknya sang Melati dengan kelakuan mereka, terkadang kenaifan adalah kekuatannya. Bagaimana pun, aku sangat salut dengan kesabaran bunga-bunga ini yang terkekang oleh tali-temali doktrin.

Bunga bangkai? Ia tersenyum genit.
Di kalangan para bunga, bunga Bangkai mempunyai status sosial yang kurang baik. Kenapa? karena sesuai dengan namanya, bunga Bangkai memiliki bau luar biasa seperti bangkai yang telah membusuk sehingga para bunga berpikir bahwa si bunga Bangkai telah menodai eksistensi bunga yang senantiasa dikaitkan dengan keharuman dan simbol cinta. Namun di lain sisi, para bunga Bangkai ini memang tinggi, besar, mencolok, dan langka. Tidak heran Ia sangat diburu oleh para kumbang dan sejenisnya, tapi aku tidak yakin apakah bunga itu diburu karena bentuk fisiknya yang emphasis atau karena kebergunaannya.
Lagi-lagi si bunga Bangkai tersenyum genit. Ia melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian para lalat penyerbuk. Aku pikir, sepertinya bunga bangkai itu hanya bagus untuk dilihat, tapi tidak untuk didekati…karena kumbang, lebah, bahkan lalat yang sekalipun gemar dengan hal-hal yang bau ketika mencoba mendekati, melulu terperangkap lalu terperosok ke lendir beracun itu hingga mati karena baunya. Namun aku heran, tidak peduli berapa banyak korban yang berjatuhan, sepertinya kumbang, lebah, dan lalat...mereka tidak jera-jeranya datang mendekati bunga bangkai seolah-olah sengaja untuk “menikmati bau”nya.

Bagaimana dengan bunga dandelion? Si bunga rumput itu…Ia tidak tersenyum, melainkan tertawa terbahak-bahak. Mungkin bagi para melati, hal ‘tidak pantas’ dan tidak berperi-kebungaan. Tapi siapa peduli? Para bunga dandelion itu sangat menikmati cara mereka tertawa, tergelak, dan berteriak "yuhuuuuuu!" ketika anak-anak iseng meniup kelopak mereka yang ringan, menceraiberaikan serpihan-serpihan putih dan menggundulkan putik mereka, lalu bulu-bulu putih itu menari dengan angin, mereka tidak akan pernah berhenti menari sebelum menemukan rintangan yang dapat memberhentikan tarian itu, mereka menikmati kemana angin berhembus walaupun mereka tak tahu kemana mereka akan dibawa pergi. Dan ketika mereka mendarat di tanah, mereka akan menjadi pionir bak lychenes yang mempelopori suksesi kehidupan, mereka akan membentuk koloni baru disana, dan terbukti mereka mempunyai mental baja karena mereka dapat beradaptasi di kondisi yang ekstrem sekalipun.
Tahukah kau darimana para dandelion itu berasal? Mereka tumbuh pertama kali di daratan Eropa dan Asia, tapi kini kau bisa melihat mereka bertebaran dimana-mana di penjuru bumi manapun, itu karena mereka bisa terbang melintasi apapun, bahkan jeram samudra sekalipun.
Ditengah semerbak persaingan para bunga mengeluarkan aroma wanginya dan kemilau warna-warni kelopaknya yang membelai mata, munculah para dandelion dengan segala kesederhanaannya di semak dan perdu liar.
Mereka tak keberatan jika teman-teman mereka yang lain diambil dan ditaruh di jambangan-jambangan mahal seperti si mawar yang elegan itu. Mereka tidak mau menukar kebebasan mereka, tarian angin mereka, atau bahkan takdir hidup yang  menggariskan mereka untuk mencari segala sesuatunya dari alam sendirian, karena sampai detik ini pun, mana ada manusia bodoh yang akan memberi mereka pupuk, vitamin, atau pestisida yang baik untuk tumbuh kembang mereka, melainkan mereka harus mencari itu semua langsung dari alam - sendirian. Mereka tidak akan mau menukar itu semua dengan menghabiskan sisa hidup mereka di jambangan mahal sekalipun.
Bunga dandelion tidak wangi tapi mereka punya kecantikan tersendiri.
Kini, bunga-bunga itu… Matahari, Mawar , Melati, bunga Bangkai dan Dandelion tengah bercengkrama menikmati hari. Walaupun mereka punya skenario hidup masing-masing, namun hanya diri mereka sendiri yang dapat menentukan senyuman macam apa yang akan mereka sunggingkan.
***

Anak itu mendengarkan cerita negeri para bunga dengan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Tapi matanya tak berkedip, seolah menunggu kata demi kata yang dilantunkan kakaknya.
“Kau tahu, pahlawan itu tidak harus melulu berperang melawan penjajah imperialisme atau melawan monster menjijikan untuk menyelamatkan seluruh penduduk bumi…jika kau tidak bisa seheroik itu, tak apa, tapi setidaknya, kau harus bisa menjadi pahlawan bagi dirimu sendiri. Selamatkan hidupmu, dik. Dalam kondisi sesulit apa pun, se-ekstrim apapun, kita harus selalu bisa bertahan! Seperti para bunga dandelion ini…” Sang kakak menggenggam sekuntum bunga dandelion, perlahan Ia meniupkan angin dengan sangat lembut, menceraiberaikan bola putih itu menjadi serpihan salju yang lantas menari dengan angin. Mereka berdua menyaksikan serpihan itu yang terbang kian menjauh, keluar dari gerbong kereta lapuk yang sudah bertahun-tahun tidak pernah digunakan, itu lah tempat mereka bernaung selama ini. Di luar hujan sangat deras, namun tidak mampu menjernihkan udara yang terkontaminasi kepul asap hitam. Deras hujan menghantam-hantam atap besi gerbong karatan, tidak mampu meredam bunyi desingan senjata api yang meletup-letup tiada akhir. Mesin-mesin penghancur berderu-deru meratakan seluruh bangunan yang ada satu kilometer dari tempat dimana mereka bernaung.
Di sebelah pelantun dongeng bunga itu, terbaring tubuh mungil tak bertenaga. Kakinya terkulai lemah, sedangkan kedua tangannya sedari tadi memegangi perutnya yang membusung. Matanya masih tidak berkedip memikirkan dongeng yang baru saja berakhir. Dongeng pengantar tidur itu sukses membuat ia menyunggingkan senyumnya.
Sore itu begitu senyap. Si adik kecil sudah tak bersuara selama dua hari ini. Ia harus menghemat tenaganya karena sudah lewat satu minggu Ia belum makan apa-apa. Peperangan membuat kota itu lumpuh dan rata, tidak menyisakan sedikit pun untuk diais-ais.
Sang kakak masih mengelus sayang rambut adiknya agar ia cepat terlelap melewati hari seperti ini satu kali lagi.
Perlahan adiknya terlelap. Namun kali ini begitu damai.
“Besok aku akan mencarikan makanan untukmu, dik. Bertahan lah…” Dadanya sesak menahan sedih, matanya memanas, satu tetes, dua tetes…
 Si adik tersenyum damai, untuk selamanya.
Kali ini, Ia tidak dapat menahan tangisnya yang memecah, lalu meradang tersedu-sedu.
***


http://gita-a44070022.blogspot.com/2011/03/senyuman-bunga-matahari-bunga-mawar.html#comment-form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar